Sabtu, 28 Desember 2013

Aliran-Aliran Pendidikan

ALIRAN-ALIRAN PENDIDIKAN
     Aliran-aliran pendidikan telah dimulai sejak awal hidup manusia, karena setiap kelompok manusia selalu dihadapkan dengan generasi muda keturunannya yang memerlukan pendidikan yang lebih baik dari orang tuanya. Di dalm kepustakaan tentang aliran-aliran pendidikan, pemikiran-pemikiran tentang pendidikan telah dimulai dari zaman Yunani kuno sampai kini. Oleh karena itu bahasan tersebut hanya dibatasi pada beberapa rumpun aliran klasik, pengaruhnya sampai saat ini dan dua tonggak penting pendidikan di Indonesia.
A.    ALIRAN KLASIK DAN GERAKAN BARU DALAM PENDIDIKAN
     Seperti yang telah diketahui, pemikiran-pemikiran tentang pendidikan telah dimulai pada zaman Yunai Kuno, dan dengan konstribusi dari Negara-negara Eropa, Amerika Serikat dan lainnya. Oleh karena itu, baik aliran-aliran klasik umumnya berasal dari kedua kawasan tersebut. Sampainya aliran tersebut ke Indonesia di bawa melalui berbagai cara: dibawa oleh bangsa penjajah ke daerah jajahannya, melaui bacaan (buku dan sebagainya), dibawa oleh orang yang berlayar ke Eropa/Amerika, dan sebagainya.
Aliran-aliran klasik yang dimaksud adalah aliran empirisme, nativisme, naturalisme, dan konvergensi. Sampai saat ini aliran aliran tersebut masih sering digunakan walaupun dengan pengembangan-pengembangan yang disesuaikan dengan perkembangan zaman. Yang merupakan benang merah penghubung pemikiran pendidikan masa lalu, kini, dan juga mungkin masa yang akan dating.
1.     Aliran-aliran Klasik dalam Pendidikan dan Pengaruhnya Terhadap Pemikiran Pendidikan di Indonesia.
Sehubungan dengan berbagai kajian yang ada  tentang aliran-aliran pendidikan, perbedaan pandangan itu berpangkal pada perbedaan pandangan tentang perkembangan manusia itu. Terdapat perbedaan penekanan didalam suatu teori kepribadian tertentu tentang manakah yang paling berpengaruh (dominan) dalam perkembangan kepribadian. Perbedaan pandangan tentang faktor dominan dalam perkembangan manusia yang menjadi dasar perbedaan pandangan tentang peran pendidikan terhadap manusia, mulai dari yang paling pesimis hingga yang paling optimis.
a.   Aliran Empirisme
     Aliran empirisme bertolak dari Lockean Tradition yang mementingkan stimulsi eksternal dalam perkembangan manusia, dan menyatakan bahwa perkembangan anak tergantung kepada lingkungan, sedangkan pembawaan tidak dipentingkan. Pengalaman yang diproleh anak dalam kehidupan sehari-hari didapat dari dunia sekitarnya yang berupa stimulan-stimulan. Stimulasi ini berasal dari alam bebas ataupun diciptakan oleh orang dewasa dalam bentuk pendidikan. Tokoh perintisnya adalah seorang filsuf asal inggris bernama John Locke (1932-1704) yang mengembangkan teori “Tabula Rasa”: anak lahir didunia bagaikan kertas putih bersih. Menurut pandanga Empirisme (biasa pula disebut Enviromentalisme) pendidik memegang peran yang sangat penting karena memberikan pengalaman-pengalaman  kepada anak didik. Pengalaman-pengalaman itu yang sesuai dengan tujuan pendidikan.
Alian Empirisme dipandang berat sebelah karena hanya mementingkan pengalaman dari lingkungan tanpa memandang kemampuan dasar yang dimili anak didik. Seprti yang diketahui bahwa banyak anak yang berhasil karena bakt mereka meskipun tidak didukung oleh lingkungan sekitarnya. Hal ini disebabkan oleh adanya kemauan keras atau kecerdasan dalam diri anak tersebut. Namun pada aliran ini masih terdapat pendapat bahwa mereka memandang manusia sebagai makhluk yang pasif dan dapat dimanipulasi. Hal ini tercermin pada pandangan Scientific Psychology dan B.F. Skinner ataupun pendapat behavioral (behaviorisme) lainnya. Meskipun demikian, pandangan behavioral ini masih berfariasi dalam menentukan faktor apakah yang paling utama didalam menentukan faktor-faktor dalam proses belajar itu (Millholan dan Forisha, 1972: 31-79;Ivey,et.al., 1987: 231-263), sebagai berikut:
1)     Pandangan yang menekankan perana stimulus (rangsangan) terhadap prilaku seperti dalam “classical conditioning” atau “respondent learning” oleh Ivan Pavlov (1849-1936) di Rusia dan Jhon B. Watson (1878-1958) di Amerika Serikat;
2)     Pandangan yang menekankan peranan dari dampak ataupun balikan dari sesuatu prilaku seperti dalam “operant conditioning” atau “instrumental learning” dari Edward L.Thorndike (1874-1949) dan B.F.Skinner dari Amerika Serikat;
3)     Pandangan yang menekankan peranan pengamatan dan imitasi seperti seperti dalam “observational learning” yang dipelopori oleh N.E.Miller dan J.Dollard dengan “Social Learning and Imitation (diterbitkan pada 1941) dan dikembangkan lebih lanjut oleh A.Bandura dengan “Participant Modeling” (diterbitkan tahun 1976) maupun dengan “Self-Efficacy” (diterbitkan 1982).
b.   Aliran  Nativisme
     Aliran Nativisme bertolak dari Leinitzian Tradition yang menekankan kemampuan dalam diri anak, sehingga faktor lingkungan termasuk faktor pendidikan, kurang berpengaruh terhadap perkembangan anak. Hasil prkembangan tersebut ditentukan oleh pembawaan yang sudah diperoleh sejak kelahiran. Lingkungan kurang berpengaruh terhadap perkembangan dan pendidikan anak.  Hasil pendidikan tergantung pada pembawaan, Schopenhauer (filsuf Jerman 1788-1860) berpendapat bahwa bayi itu lahir sudah dengan pembawaan baik dan buruk. Oleh karena itu, hasil akhir pendidikan ditentukan oleh pembawaan yang sudah dibawa sejak lahir. Berdasarkan pandangan ini, maka keberhasilan pendidikan ditentukan oleh anak didik itu sendiri. Ditekankan bahwa “yang jahat akan menjadi jahat, dan yang baik akan menjadi baik”.
Meskipun dalam kenyataan sehari-hari, sering ditemukan anak mirip orang tuanya (secara fisik) dan anak juga mewarisi bakat-bakat yang ada pada orang tuanya. Tetapi pembawaan itu bukanlah satu-satunya faktor yang menentukan perkembangan anak, karena banyak hal yang mempengaruhi perkembangan anak menuju kedewasaan. Terdapat suatu pokok aliran nativisme yang berpengaruh luas yakni bahwa dalam suatu diri individu terdapat “inti” pribadi (G.Leibnitz: monad). Pandangan-pandangan tersebut nampak antara lain dalam Humanistic Psycology dari Carl R.Rogers ataupun pandangan Phenomenology/ Humanistic lainnya. Meskipun pandangan ini mengakui pentingnya belajar, pengalaman atau penerimaan dan persepsi seseorang ditenyukan oleh kemampuan memaknai apa yang dialaminya. Terdapat variasi pendapat dan pendekatan Phenomenology/Humanistic tersebut (Millholan dan Forisha, 1972:81-123; et.al., 1987: 267-297) sebagai berikut:
1)    Pendekatan aktualisasi diri atau non-direktif (client contered) dari Carl R.Rogers dan Abraham Maslow.
2)    Pendekatan “Personal Constructs” dari George A.Kelly yang menekankan betapa pentingnya memahami hubungan “transaksional” antara manusia dan lingkungannya sebagai bekal awal memahami prilakunya (Ivery, et.al., 1987: 144 dan 154).
3)    Pendekatan “Gestalt”, baik yang klasik (Max Wertheimer dan wolgang Kphler) maupun pengembangan selanjutnya (K.Lewin dan F.Perls).
4)    Pendekatan “Search for Meaning” dengan aplikasinya sebagai “Logotherapy” dari Viktor Franki yang mengungkapkan betapa pentingnya semangat (human spirit) untuk mengatasi berbagai tantangan/masalah yang dihadapi.
Pendekatan-pendekatan tersebut menekankan bahwa betapa pentingnya “inti” pribadi atau biasa yang disebut dengan jati diri manusia.
c.   Aliran Naturalisme
     Aliran ini dipelopori oleh J.J Rosseau (1712-1778). Rosseau berpendapat bahwa semua anak baru dilahirkan mempunyai pembawaan BAIK. Pembawaan baik akan menjadi rusak karena dipengaruhi lingkungan. Pendidikan yang diberikan orang dewasa malah dapat merusak pembawaan baik anak itu. Aliran ini juga disebut negativisme, karena berpendapat bahwa pendidik wajib membiarkan pertumbuhan anak didik pada alam. Dengan kata lain pendidikan tidak diperlukan lagi. J.J.Rousseau ingin menjauhkan anak dari segala keburukan masyarakat yang seba dibuat-buat (artificial) sehingga kebaikan anak yang diperoleh saat lahir  secara alamiah itu dapat berkembang secara spontan dan bebas. Alam hal ini ia juga mengusulkan kebebasan mutlak kepada anak didik untuk melakukan kecenderungan-kecenderungan mereka, kemampuan-kemampuannya dan memngembangkan pembawaan mereka.
Namun seperti yang kita ketahui sekarang, gagasan Naturalisme yang menolak campur tangan pendidikan , hingga  saat ini malahan terbukti sebaliknya: pendidikan makin lama justru makin diperlukan.
d.   Aliran Konvergensi
     Aliran Konvergensi dipelopori oleh Wlliam Stern (1871-1939 yang merupakan seorang ahli pedidikan berkebangsaan jerman, ia berpedapat bahwa seorang anak dilahirkan di dunia sudah disertai pembawaan baik maupun pembawaan buruk. Proses perkembangan anak, baik faktor pembawaan maupun faktor lingkungan sama sama mempunyai peranan sangat penting. Bakat yang dibawa pada waktu lahir tidak akan berkembang dengan baik tanpa adanya dukungan lingkungan sesuai untuk perkembangan anak itu.
Itulah mengapa William Stern berpendapat bahwa hasil dari pendidikan itu tergantung dari pembawaan (bakat) dan lingkungan, seakan-akan dua garis yang menuju ke suatu titik pertemuan sebagai berikut:

a.                                                      a. Pembawaan (bakat)
--------------      b. Lingkungan
b.                                                      c. Hasil pendidikan

Oleh karena itu teori W. Stern disebut teori konvergensi (Konvergen artinya memusat ke satu titik). Jadi menurut teori konvergensi:
(1)    Pendidikan mungkin dilaksanakan
(2)    Pendidikan diartikan sebagai pertolongan yang diberikan oleh lingkungan kepada anak didik untuk mengembangkan potensi yang baik dan mencegah berkembangnya potensi yang kurang baik.
(3)    Yang membatasi hasil pendidikan adalah pembawaan (bakat) dan lingkungan.

Seperti yang telah diketahui bahwa terdapat variasi-variasi pendapat dalam aliran konvergensi, diantaranya adalah tercermin pada perbedaan pandangan tentang strategi yang tepat untuk memahami perlaku manusia, seperti strategi disposisional/ konstitusional,strategi phenomenologist/ humanistik, strategi behavioral, strategi psikodinamik/psiko-analitik, dan sebagainya. Begitu juga dalam hal belajar-mengajar, variasi itu menyebabkan munculnya berbagai teori belajar atau teori/model mengajar. Sebagai contohnya adalah seperti Rumpun Model Behavioral (umpama Model Belajar tuntas, Model Belajar Kontrol Diri Sendiri, Model Belajar Simulasi, dan Model Belajar Asertif), Rumpun Model Pemrosesan Informasi (Model Belajar Inkuiri, Model Presentase Kerangka Dasar atau Advance Organizer, dan Model Pengembangan Berfikir), dan lain-lain.Dari sisi lain, variasi pendapat juga melahirkan berbagai gagasan tentng belajar-mengajar, seperti peran guru sebagai fasilitator ataukah infomator, teknik penilaian pencapaian siswa dengan test obyektif atau test esai, perumusan tujuan pengajaran yang sangat behavioral, penekanan pada peran teknologi pengajaran (The Theaching Machine, belajar berprogamma, dan lain-lain), dan sebagainya.
e.   Pengaruh Aliran Klasik terhadap Pemikiran dan Praktek Pendidikan di Indonesia
     Di indonesia telah di terapkan berbagai aliran-aliran pendidikan, penerimaan tersebut dilakukan secara tidak langsung dari adanya penjajahan yang terjadi dari penguasa penjajah Belanda sampai dengan adanya orah-orang Indonesia yang belajar  di negeri Belanda pada masa penjajahan. Pasca kemerdekaan Indonesia, gagasan-gagasan dalam aliran-aliran pendidikan itu masuk ke Indonesia, yang belajar dari Negara-negara Eropa, Amerika Serikat, dan lain-lain. Sebelumnya juga di Indonesia telah dikenal dengan pendidikan di dalam lingkungan keluarga dan oleh masyarakat (kelompok belajar/padepokan, lembaga keagamaan/ pesantren, dan sebagainya).
Meskipun dalam hal-hal tertentu sangat diutamakan bakat dan potensi lainnya dalam anak, juga tidak dapat dilepaskan dari faktor-faktor lainnya yaitu hereditas, lingkungan, proses perkembangan itu sendiri, dan anugerah. Faktor terakhir itu merupakan pencerminan pengakuan atas adanya kekuasaan yang ikut menentukan nasib manusia (Sulo Lipu La Sulo, 1981: 38-46). Khusus dalam latar persekolahan, sejumlah pendaapat menginginkan agar peserta didik ditempatkan pada posisi seharusnya, dalam artian merupakan manusia yang dapat di didik dan juga mampu mendidik dirinya melalui pengalaman-pengalaman yang diperolehnya. Seyogyanya hubungan antara pendidik dan peserta didik adalah hubungan yang setara antara dua pribadi, meskipun yang satu lebih berkembang dari yang lainnya (Raka Joni, 1983: 29; Sulo Lipu La Sulo, 1984). Sehingga dengan demikian, cita-cita pendidikan seumur hidup dapat diwujudkan melalui belajar seumur hidup. Dimana hubungan tersebut sesuai dengan asas “ing ngarsa sung tuluda”, “ing madya mangun karsa”, dan “tut wuri handayani”, serta pendekatan-pendekatan yang memancing keaktifan anak didik dalam proses pembelajaran.


2.     Gerakan Baru Pendidikan dan Pengaruhnya terhadap Pelaksanaan di Indonesia.
Gerakan-gerakan baru dalam dunia pendidikan pada umumnya yakni upaya meningkatkan mutu pendidikan hanya dalam satu atau beberapa komponen saja. Meskipun demikian, sebagai suatu sistem, penangan satu atau beberapa komponen itu akan mempengaruhi pula komponen lainnya. Beberapa dari gerakan-gerakan baru tersebut memusatkan diri pada perbaikan dan peningkatan kualitas kegiatan belajar-mengajar pada system persekolahan. Gerakan-gerakan baru itu pada umumnya telah memberikan konstribusi secara bervariasi terhadap penyelenggaraan kegiatan belajar-mengajar di sekolah sekarang ini.
a.   Pengajaran Alam Sekitar
     Gerakan pendidikan yang mendekatkan anak dengan sekitarnya adalah gerakan pengajaran alam sekitar,perintis gerakan ini adalah Fr. A. Finger (1808-1888) di Jerman dengan heimatkunde (pengajaran alam sekirar), dan J. Ligthart (1859-1916) di Belanda dengan Het Voll Leven (kehidupan senyatanya). Beberapa prinsip dari ajaran Heimatkunde adalah:
1)  Dengan pengajaran alam sekitar itu pendidik dapat memeragakan secara lansung apa yang akan dia ajarkan ke peserta didiknya.
2)  Kesempatan yang diberikan oleh pengajaran alam sekitar tidak hanya meberikan anak didik untuk duduk dan mencatat saja, melainkan juga mendorongnya untuk aktif.
3)  Pengajaran alam sekitar memungkinkan untuk memberikan pengajaran secara totalitas, adapun ciri-ciri pengajaran tersebut adalah:
a) Tidak mengenal dibaginya mata pengajaran dalam daftara pengajaran, tapi pendidik memiliki pemahaman akan tujuan dari pembelajaran yang dilakukan.
b) Memusatkan perhatian anak didik terhadap apa yang bisa menarik minat akan apa yang bahan pengajaran yang diambil dari alam sekitar.
c) Adanya hubungan yang memungkinkan keterkaitan antara segala bahan pengajaran yang satu dengan lain seerat-eratnya secara teratur.
4)  Pengajaran alam sekitar member kepada anak bahan apersepsi intelektual yang kokoh dan tidak verbalistis. Apersepsi intelektual ialah segala sesuatu hal yang baru yang kemudian masuk didalam intelek anak, harus dapat luluh  deengan apa yang sudah dimiliki anak (proses asimilasi).
5)  Pengajaran alam sekitar memberikan apersepsi emosional, ini dikarenakan alam memiliki ikatan emosional dengan anak.

Sedangkan J.Lingthart mengemukakan pegangan dalam Het Volle Leven sebagai berikut:
1)    Anak harus mengetahui bentuk dari sesuatu, sebelum ia mengetahui nama dari barang tersebut, dan tidak kebalikannya.
2)    Pengajaran sesungguhnya itu harus mendasari pengajaran selanjutnya, arinya ada suatu pusat dari pengajaran itu sendiri.
3)    Anak didik harus mengalami semua hal yang nyata di sepua aspek kehidupan, agar mereka paham akan hubungan antara bermacam-macam lapangan dalam hidupnya (Pengajaran alam sekitar).

Pokok-pokok Pengajaran alam sekitar adalah sesungguhnya dengan menempatkan anak didik ataupun pendidik kedalam suatu bagian yang disebut dengan alam, sehingga  dengan memanfaatkan alam sebagai sumber belajar, anak akan lebih mencintai, menghargai, dan melestarikan lingkungannya.
b.   Pengajaran Pusat Perhatian
     Pengajaran pusat perhatian dirintis oleh Ovideminat Decroly (1871-1932) dari Belgia dengan pengajaran melalui pusat-pusat minat, disamping pendapatnya tentang pengajaran global. Pendidikan menurut Decroly berdasarkan pada semboyan: Ecole pour la vie, par lavie (sekolah untuk hidup, dan oleh hidup). Decroly menyumbangkan dua pendapat yang sangat berguna bagi pendidikan dan pengajaran, yaitu:Metode Global dan Centre d’interet.
1)     Metode Global (keseluruhan): pendapat ini berdasarkan atas prinsip psikologi Gestalt. Anak akan lebih mudah mengingat secara keseluruhan terlebih dahulu, baru kemudian bagian-bagiannya. Metode ini bersifat ideo visual sebab arti sesuatu kata yang diajarkan itu selalu diasosiasikan dengan tanda (tulisan), atau suatu gambar yang dapat dilihat.
2)     Centre d’interet (pusat-pusat minat): anak memiliki minat terhadap suatu hal yang terjadi secara spontan, sehingga pengajaran yang dilakukan harus disesuaikan dengan minat-minat spontan tersebut. Adapun minat tersebut dapat di bedakan menjadi minat terhadap diri sendiri dibedakan menjadi: (a) Dorongan mempertahankan diri, (b) Dorongan mencari makan dan minum, dan (c) Dorongan memelihara diri. Sedangkan minat terhadap masyarakat (bio sosial) adalah: (a) Dorongan melakukan aktifitas besama (misalnya bermain), dan (b) Dorongan meniru orang lain.

Gerakan pengajaran pusat perhatian lebih menekankan pada bagaimana melakukan variasi-variasi di dalam proses pengajaran tersebut, dengan memanfaatkan kemajuan teknologi yang ada sekarang ini.  Pemusatan perhatian dengan variasi-variasi tersebut bukan hanya pada pembukaan pengajaran, melainkan pada tiap bahasan subtopic yang baru. Dengan demikian minat dan perhatian siswa akan tetap terpusat pada bahan ajaran.
c.   Sekolah Kerja
     Gerakan sekolah kerja dapat dipandang sebagai titik kulminasi dari pandangan-pandangan yang mementingkan pendidikan keterampilan dalam pendidikan. J.A. Comenius (1592-1670) menekankan agar pendidikan mengembangkan: pikiran, ingatan, bahasa, dan tangan. J.H. Pestalozzi (1746-1827) mengajarkan bermacam-macam mata pelajaran pertukaran di sekolahnya. Namun demikian yang sering dipandang sebagai Bapak sekolah kerja adalah G.Kerschensteiner (1854-1932) dengan Arbeitsscule (Sekolah Kerja) di Jerman. Diman a dalam Sekolah Kerja dipandang bahwa pendidikan itu tidak hanya demi kepentingan individu tetapi juga demi kepentingan masyarakat. Adapun kewajiban sekolah adalah menyediakan warga Negara yang baik, yakni: (1) Tiap orang adalah pekerja dalam salah satu lapangan pekerjaan/jabatan, (2) Tiap orang wajib memberikan sumbangsih tenaganya untuk kepentingan Negara, (3) Dalam kedua tugasnya itu, warga Negara ikut membantu mempertinggi dan menyempurnakan kesusilaan dan keselamatan Negara. Berdasarkan hal itu, maka menurut G.Kerschensteiner tujuan sekolah adalah:
1)  Menambah pengetahuan anak, yaitu pengetahuan dari buku atau pendidik, dan juga dari pengalamannya sendiri.
2)  Agar anak dapat memiliki kemahiran dan kemampuan tertentu.
3)  Agar anak memiliki pekerjaan sebagai persiapan dalam mengabdi untuk negaranya.

Oleh karena demikian banyaknya macam-macam pekerjaan yang menjadi pusat pelajaran, maka kemudian di bagi menjadi tiga golongan besar, yaitu:
1)    Sekolah-sekolah perindustrian (tukang cukur, tukang cetak, tukang kayu, tukang daging, masinis dll).
2)    Sekolah-sekolah perdagangan (pakaian, bank, asuransi, makanan dll).
3)    Sekolah-sekolah rumah tangga, bertujuan untuk mendidik para calon ibu yang diharapkan akan menghasilkan warga Negara yang baik.
Segala kegiatan itu dilakukan disekolah sehingga sekolah mempunyai alat-alat yang lengkap dan tempat (ruang) yang cukup: dapur, laboratorium, kebun sekolah dan sebagainya.
Sekolah kerja di Indonesia adalah sekolah-sekolah kejuruan yang menyiapkan keterampilan bagi warga negaranya. Disamping pengaruh sekolah kerja di program pendidikan jalur sekolah, pengaruh terbesar gagasan ini adalah pengaruh pendidikan luar sekolah (seperti kursus, balai latihan kerja, dan sebagainya).


d.   Pengajaran Proyek
     Dasar filosofis daan pedagogis dari pengajaran proyek diletakkan oleh John Dewey (1859-1952), namun pelaksanaannya dilakukan oleh pengikutnya, utamanya adalah W.H.Kilpatric. Dewey menegaskan bahwa sekolah haruslah sebagai mikrocosmos dari masyarakat (become a microcosm of society). Dengan kata lain pendidikan itu adalah suatu proses kehidupan dan bukan lah penyiapan untuk kehidupan di masa dating (Ulich,1950:318). Dalam pengajaran proyek anak bebas menentukan pilihannya (terhadap pekerjaan), merancang serta memimpinnya. Proyek itulah yang menyebabkan mata pelajaran itu tidak terpisah antara yang satu dengaan yang lainnya, dalam artian secara otomatis pelajaran yang menjadi kompleks pokok akan diikuti oleh pelajaran-pelajaran seperti membaca, menghitung, dan menulis serta membaca. Bahsa ibu di pengajaran proyek ini tidak bias dilepaskan dari anak didik, karena bahasa itulah yang merupakan alat pernyataan pengalaman dan perasaan pada anak-anak.
Dalam pengajaran proyek, pekerjaan-pekerjaan dikerjakan secara berkelompok untuk menghidupkan rasa gotong royong.dimana dalam kegiatan tersebut akan melahirkan sifat-sifat baik pada diri anak seperti: bersaing secara sportif, bebes menyatakan pendapat, dan disiplin yang sewajarnya yang diperlukan nantinya dalam masyarakat kapitalistik dan demokratik.
Pengajaran proyek biasa pula digunakan sebagai salah satu metode mengajar di Indonesia, antara lain dengan nama pengajaran proyek, pengajaran unit, dan sebagainya. Yang perlu ditekankan bahwa pengajaran proyek akan menumbuhkan kemampuan untuk memandang dan memecahkan persoalan secara konprehensif. Pendekatan multidisiplin tersebut makin lama makin penting, utamanya masyarakat maju.

B. DUA ALIRAN POKOK PENDIDIKAN DI INDONESIA
     Secara historis, pendidikan yang melembaga (meskipun lebih banyak pada jalur luar sekolah)telah dikenal sebelum belanda menjajah Indonesia, seperti padepokan, pesantren, dan sebagainya. Dua aliran pokok pendidikan di Indonesia itu dimaksudkan adalah Perguruan Kebangsaan Taman Siswa dan Ruang Pendidikan INS Kayu Tanam. Kedua aliran tersebut dipandang sebagai tonggak pemikiran tentang pendidikan di Indonesia. Hal itu sesuai dengan ketetapan ayat 2 pasal 31 dari UUD 1945. Kemudian seperti yang telah dikemukakan bahwa menjelang PJP II telah diletakkan landasan yuridis untuk penataan SISDIKNAS dengan ditetapkannya UU-RI No. 2 tahun 1989 beserta peraturan pelaksanaannya.
1.     Perguruan Kebangsaan Taman Siswa
  Perguruan Kebangsaan Taman Siswa didirikan oleh Ki Hajar Dewantara pada tanggal 3 Juli 1932 di yogyakarta, yakni dalam bentuk yayasan, kemudian selanjutnya mulai didirikan Taman Indria (Taman Kanak-Kanak) dan kursus guru, selanjutnya Taman Muda (SD), disusul Taman Dewasa merangkap Taman Guru (MULO-Kweekschool. Dan hingga kini telah dikembangkan juga menjadi Taman Madya,Prasarjana, dan Sarjana Wiyata.
a.   Asas dan Tujuan Taman Siswa
Perguruan kebangsaan taman siswa mempunyai 7 (tujuh) asas perjuangan untuk menghadapi pemerintahan colonial belanda serta sekaligus untuk mempertahankan stabilitas nasional dan demokrasi. Ketujuh asas tersebut biasa disebut “asas 1922”. Yang diumumkan pada tannggal 3 Juli 1922, bertepatan dengan berdirinya Taman Siswa, dan disahkan oleh Kongres Taman Siswa yang pertama di Yogyakarta pada tanggal 7 Agustus 1930, yaitu:
·         Bahwa setiap orang mempunyai hak mengatur dirinya sendiri (zelf-beschikkingstrecht) dengan terbitnya persatuan dalam peri kehidupan umum.
·         Bahwa pengajaran harus memberi pengetahuan yang berfaedah yang dalam arti lahir dan batin dapat memerdekan diri. Dengan maksud tanpa mengekang kebebasan dari seorang siswa untuk menunjukkan diri mereka, melalui kreativitas ataupun kemampuan mereka masing-masing.
·         Bahwa pengajaran harus berdasar pada kebudayaan dan kebangsaan sendiri. Artinya menghindarkan bentuk pengajaran yang intelektualistis dan “kebarat-baratan”, agar tidak  terjadi kesenjangan di masyarakat.
·         Bahwa pengajaran harus tersebar luas sampai dapat menjangkau kepada seluruh rakyat. Dengan kata lain, melakukan pemerataan pendidikan, dan tidak hanya memppertinggi pengakaran namun penyebarannya dikurangi.
·         Bahwa dalam mengejar kemerdekaan hidup yang sepenuhnya lahir maupun batin hendaknya diusahan dengan kekuatan sendiri dan menolak bantuan dari apapun yang mengikat baik secaara bathin maupun ikatan lahir. Atau uang biasa dikenal dengan asas “hidup”, dengan istilah kemerdekaan diri.
·         Bahwa sebagai konsekuensi hidup dengan kekuatan sendiri maka harus mutlak harus membelanjai sendiri segala usaha yang dilakukan (zelfbergrothings-system).
·         Bahwa dalam mendidik anak-anak perlu adanya keiklasan lahir dan batin untuk mengorbankan segala kepentingan pribadi demi keselamatan dan kebahagiaan anak-anak. Atau biasa disebut dengan asas “Berhamba kepada anak didik”, yang dilakukan pengajaran dengan tulus ikhlas dan tannpa pamrih atau biasa dikenal dengan istilah “Pahlawan Tanpa Tanda Jasa” sekarang ini.
Selanjutnya, dikemukakan penjelasan resmi dari Perguruan kebangsaan Taman Siswa tentang ketujuh asas 1922 tersebut (Ki Hajar Dewantara, 1952: 270-271, wawasan kependidikan guru, 1982: 148-151). Dalam perkembangan selanjutnya, Taman Siswa melengkapi “Asas 1922” tersebut dengan “Dasar-Dasar 1947” yang disebut pula dengan istilah “Panca Dharma”. Adapun asas-asas yang terdapat didalamnya adalah Asas Kemerdekaan, Asas Kodrat Alam, Asas Kebudayaan Taman Siswa, Asas Kebangsaan Taman Siswa, dan Asas Kemanusiaan (Ki Mangunsarkoro. 1952, dari Wawasan Kependidikan Guru. 1982: 153-154).
Tujuan Taman Siswa
Tujuan dari Perguruan Kebangsaan Taman Siswa dapat di bagi meenjadi 2 (dua) jenis yakni tujuan yayasan atau keseluruhan perguruan dan tujuan pendidikan. Adapun isi dari kedua tujuan tersebut adalah:
·         Sebagai badan perjuangan kebudayaan dan pembangunan masyarakat tertib dan damai.
·         Membangun anak didik menjadi manusia yang merdeka lahir dan batin, luhur akal budinya, serta sehat jasmaninya untuk menjadi anggota masyarakat yang berguna dan bertanggung jawab atas keserasian bangsa, tanah air, serta manusia pada umumnya.

b.   Upaya-upaya yang dilakukan Taman Siswa
     Beberapa usaha yang dilakukan oleh Taman Tiswa adalah menyiapkan peserta didik yang cerdas dan memiliki kecakapan hidup. Dalam ruang lingkup eksternal Taman Siswa (diluar lingkungan perguruan) membentuk pusat-pusat kegiatan kemasyarakatan. Berikut ini ada beberapa usaha yang dilakukan, dimulai dalam Lingkungan perguruan yaitu:
1)  Menyelenggarakan tugas pendidikan dalam perguruan dari tingkat dasar hingga tingat tinggi, baik yang bersifat umum atau kejuruan, dan menyesuaikan dengan asas, dasar, dan tujuan Taman Siswa serta perkembangan jaman.
2)  Mengikuti, mempelajari perkembangan di luar Taman Siswa dengan mengambil faedah-faedah yang berhubungan  dengan bidang-bidang kegiatan di Taman Siswa.
3)  Menumbuhkan dan memasakkan lingkungan hidup keluarga Taman Siswa, sehingga sesuai dengan yang dicita-citakan.
4)  Melakukan hubungan timbal balik antara perguruan/keluarga dan masyarakat sekitar pada khususnya dan masyarakat luas pada umumnya. Sehingga terbentuknya wadah yang nyata bagi jiwa Taman Siswa.

Kemudian upaya-upaya di luar lingkungan juga dilakukan dengan jalan sebagai berikut:
1)    Menjalankan kerja pendidikan untuk masyarakat umum dengan dasar-dasar dan hidup Taman Siswa.
2)    Menyelenggarakan usaha-usaha di dalam member dorongan  dan bimbingan kepada kegiatan masyarakat dalam perjuangannya menuju masyarakat yang tertib-damai.
3)    Bersama-sana dengan instansi pemerintahan mrnyrlrnggarakan usaha-usaha pembentukan kesatuan hidup kekeluargaan sebagai pola masyarakat baru Indonesia.
4)    Menyelenggarakan usaha pendidikan kader pembangunan dengan memberikan output pembangunan nantinya ke masyarakat.
5)    Mengusahan terbentuknya pusat-pusat kegiatan masyarakat dalam berbagai bidang kehidupan dan penghidupan masyarakat dengan inti-inti kejiwaan Taman Siswa.
c.   Hasil-hasil yang Dicapai
     Taman siswa telah berhasil menemukakan gagasan tentang pendidikan nasional, lembaga-lembaga pendidikan dari Taman indria sampai Sarjana Wiyata. Taman siswa pun telah melahirkan alumni alumni besar di Indonesia. Yang memberikan penyegaran dan dinamisasi di Negara ini, harapannya adalah semua penyegaran dan dinamisasi itu akan terus berkembang agar Taman Siswa dapat terus berkembang dan tumbuh maju. Seperti yang kita ketahui, hari jadi pendiri Taman Siswa (yaitu 2 Mei) telah ditetapkan sebagai Hari Pendidikan Nasional.
2.     Ruang Pendidik INS Kayu Tanam
  Ruang Pendidik INS (Indonesia Nederlandsche School) didirikan oleh Mohammad Sjafei pada tanggal 31 Oktober 1926 di Kayu Tanam (sumatera Barat). Pada mulanya INS dipimpin oleh ayah beliau, barulah kemudian oleh Moh.Sjafei sendiri. Sekolah tersebut sempat dibumi hanguskan  oleh penjajahan Belanda sebelum dimulai lagi pada bulan Mei 1950 dengan jumlah 30 orang siswa. Kemudian pada tahun 1952, INS mendirikan percetakan Sridharma dengan menerbitkan majalah bulanan Sendi dengan sasaran khalayak anak-anak.
a.   Asas dan Tujuan Ruang Pendidik INS Kayu Tanam
Pada awal didirikan, Ruang Pendidik INS mempunyai asas-asas sebagai berikut:
·         Berpikir logis dan rasional
·         Keaktifan atau kegiatan
·         Pendidikan masyarakat
·         Memperhatikan pembawaan anak
·         Menentang intelektualisme
Kemudian setelah kemerdekaan, asas-asas tersebut dikembangkan oleh Moh.Sjafei menjadi dasar-dasar pendidikan Republik Indonesia. Dasar-dasar pendidikan tersebut (Mohhammad Sjafei, 1979: 31-86; dan Said, 1981: 57-69) adalah sebagai berikut:
1) Ke-Tuhanan Yang Maha Esa
2) Kemanusiaan
3) Kesusilaan
4) Kerakyatan
5) Kebangsaan
6) Gabungan antara pendidikan ilmu umum dan kejuruan
7) Percaya kepada diri sendiri dan kepada Tuhan
8) Berakhlak (bersusila) setinggi mungkin
9) Bertanggung jawab akan keselamatan Nusa dan Bangsa
10)    Berjiwa aktif positi dan aktif negative
11)    Mempunyai daya cipta
12)    Cerdas, logis dan rasional
13)    Berperasaan tajam, halus dan estetis
14)    Gigih atau ulet yang sehat
15)    Correct atau tepat
16)    Emosional atau terharu
17)    Jasmani sehat dan kuat
18)    Bahasa Indonesia, Inggris, dan Arab
19)    Sanggup hidup sederhana dan bersusah payah
20)    Sanggup mengerjakan sesuatu dengan alat seadanya
21)    Sebanyak mungkin memakai kebudayaan nasional waktu mendidik
22)    Sebanyak mungkin waktu mengajar guru sebagai obyek, dan murid-murid sebagai subyek. Jika tidak memungkinkan barulah sebaliknya
23)    Sebanyak mungkin para guru mencontohkan pelajarannya-pelajarannya dan tidak hanya pandai menyuruh saja
24)    Diusahakan agar belajar mempunyai darah ksatria: berani karena benar.
25)    Mempunyai jiwa konsentrasi
26)    Pemeliharaan (perawatan) suatu usaha
27)    Menepati janji
28)    Sebelum memulai pekerjaan sebaiknya menimbang-nimbangnya terlebih dahulu dan kewajibannya harus dipenuhi.
29)    Hemat.

Dasar-dasar tersebut kemudian disempurnakan dan mencakup berbagai hal, seperti: syarat-syarat pendidikan yang efektif, tujuan yang ingin dicapai, dan sebagainya.
Tujuan Ruang pendidik INS Kayu Tanam adalah:
Adapun tujuan dari Ruang Pendidikan INS Kayu Tanam adalah:
·         Mendidik rakyat ke arah kemerdekaan
·         Memberi pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat
·         Mendidik para pemuda agar berguna untuk masyarakat
·         Menanamkan kepercayaan terhadap diri sendiri dan berani bertanggung jawab.
·         Mengusahakan mandiri dalam pembiayaan.
b.   Upaya-upaya Ruang Pendidik INS Kayu Tanam
     Beberapa usaha yang dilakukan oleh Ruang Pendidik INS Kayu Tanam antara lain menyelenggarakan berbagai jenjang pendidikan, seperti Ruang Rendah (7 tahun, setara sekolah dasar), Ruang Dewasa (4 tahun sesudah ruang rendah, setara sekolah menengah), dan sebagainya. Menyiapkan tenaga guru atau pendidik, yakni tambahan satu tahun setelah Ruang Dewasa untuk pembekalan kemampuan mengajar dan praktek mengajar (Said, 1981: 57-69) dan penerbitan majalah anak-anak Sendi, serta mencetak buku-buku pelajaran.
Ruang Pendidikan INS Kayu Tanam tersebit dilakukan sebagai usaha mandiri, dan menolak bantuan yang mungkin akan membatasi kebebasannya di dalam melakukan proses pendidikan.
c.   Hasil-hasil yang Dicapai Ruang Pendidik INS Kayu Tanam
     Ruang Pendidik INS Kayu Tanam mengupayakan gagasan-gagasan tentang pendidikan nasional (utamanya pendidikan keterampilan/kerajinan), beberapa ruang pendidikan (jenjang persekolahan), dan sejumlah alumni.
Selain itu, upaya-upaya pengembangan Ruang Pendidikan INS Kayu Tanam tersebut seyogyanya dilakukan dalam kerangka pengembangan SISDIKNAS, sebagai bagian dari usaha mewujudkan cita-cita Ruang Pendidik INS: mencerdaskan seluruh rakyat Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar