PENGERTIAN
DAN UNSUR-UNSUR PENDIDIKAN
Seorang
calon pendidik hanya dapat melaksanakan tugasnya dengan baik jika memperoleh
jawaban yang jelas dan benar tentang apa yang dimaksud pendidikan. Jawaban yang
benar tentang pendidikan diperoleh melalui pemahaman terhadap unsur-unsurnya,
konsepdasar yang melandasinya, dan wujud pendidikan sebagi sistem
A. PENGERTIAN PENDIDIKAN
1.1. Batasan tentang Pendidikan
Batasan tentang pendidikan yang dibuat oleh
para ahli beraneka ragam, dan kandungannya berbeda yang satu dari yang lain.
Perbedaan tersebut mungkin karena orientasinya, konsep dasar yang digunakan,
aspek yang menjadi tekanan, atau karena falsafah yang melandasinya.
a. Pendidikan
sebagai Proses transformasi Budaya
Sebagai
proses transformasi budaya, pendidikan diartikan sebagai kegiatan pewarisan
budaya dari satu generasi ke generasi yang lain. Nilai-nilai budaya tersebut
mengalami proses transformasi dari generasi tua ke generasi muda. Ada tiga
bentuk transformasi yaitu nilai-nilai yang masih cocok diteruskan misalnya
nilai-nilai kejujuran, rasa tanggung jawab, dan lain-lain.
Dengan menyadari bahwa sistem pendidikan itu merupakan subsistem dari sistem pembangunan nasional
maka misi pendidikan sebagai transformasi budaya itu harus sinkron dengan
beberapa pernyataan GBHN yang memberikan tekanan pada upaya pelestarian dan
pengembangan kebudayaan itu sebagai berikut (BP.7 Pusat, 1990: 109-110):
1) Kebudayaan nasional
adalah yang berlandaskan pancasila adalah perwujudan cipta, rasa dan karsa
bangsa Indonesia.
2) Kebudayaan nasional
yang mencerminkan nilai-nilai luhur bangsa harus terus dipelihara, dibina dan
dikembangkan sehingga mampu menjadi penggerak bagi perwujudan cita-cita bangsa
dimasa depan.
3) Perlu ditumbuhkan
kemampuan masyarakat untuk mengangkat nilai-nilai sosial budaya daerah yang
luhur serta menyerap nilai-nilai dari luar yang positif dan yang diperlukan
bagi pembaharuan dalam proses pembangunan.
4) Perlu terus
diciptakan suasana yang mendorong tumbuh dan berkembangnya disiplin nasional
serta sikap budaya yang mampu menjawab tantangan pembangunan dikembangkan
pranata sosial yang dapat mendukung proses pemantapan budaya bangsa.
5) Usaha pembaruan
bangsa perlu dilanjutkan di segala bidang kehidupan, baik bidang ekonomi,
sosial budaya dan sebagainya.
b. Pendidikan
sebagai Proses Pembentukan Pribadi
Sebagai
proses pembentukan pribadi, pendidikan diartikan sebagi suatu kegiatan yang
sistematis dan sistemik terarah kepada terbentuknya kepribadian peserta didik.
Proses pembentukan pribadi melalui 2 sasaran yaitu pembentukan pribadi bagi
mereka yang belum dewasa oleh mereka yang sudah dewasa dan bagi mereka yang
sudah dewasa atas usaha sendiri. Yang terakhir ini disebut pendidikan diri sendiri
(zelf vorming). Kedua-duanya bersifat alamiah dan menjadi keharusan, dimana
untuk menjadi suatu pribadi perlu mendapatkan bimbingan, latihan-latihan, dan
pengalaman melalui bergaul denggan lingkungannya, khususnya dengan lingkungan
pendidikan.
Meskipun telah dewasa, tetap diperlukan pengembangan diri agar kualitas kepribadian
pun meningkat seiring tangtangan hidup yang dilalui. Dalam hubungan ini dikenal
dengan istilah Pendidikan Sepanjang Hayat.
Pembentukan pribadi mencakup aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik yang
sejalan dengan perkembangan fisik. Yang juga meliputi pengembangan penyesuaian
diri terhadap lingkungan, diri sendiri, dan juga terhaadap Tuhan.
c. Pendidikan
sebagai Proses Penyiapan Warganegara
Pendidikan
sebagai penyiapan warganegara diartikan sebagai suatu kegiatan yang terencana
untuk membekali peserta didik agar menjadi warga negara yang baik. Yang mana dalam hal
ini tentunya disesuaikan dengan tujuan nasional suatu bangsa, dan tentunya
berbeda-beda sesuai dengan falsafaah hidup yang digunakan.
Dalam undang-undang
Pasal 27 menyatakan bahwa segala warga Negara bersam kedudukannya di dalam
hukum dan pemerintahan dan wajib menjungjung hukum dan pemerintahan itu dengan
tak terkecuali. Sehingga kita sebagai warga Negara tentunya akan menyadari akan
hak dan kewajiban kita.
d. Pendidikan sebagai
Penyiapan Tenaga Kerja
Pendidikan
sebagai penyimpana tenaga kerja diartikan sebagai kegiatan membimbing peserta
didik sehingga memiliki bekal dasar utuk bekerja. Pembekalan dasar berupa
pembentukan sikap, pengetahuan, dan keterampilan kerja pada calon luaran. Ini
menjadi misi penting dari pendidikan karena bekerja menjadi kebutuhan pokok
dalam kehidupan manusia.
Melalui kegiatan
bekerja seseorang mendapat kepuasan bukan saja karena menerima imbalan,
melainkan juga karena seseorang dapat memberikan sesuatu kepada orang lain
(barang ataupun jasa)., bergaul, berkreasi, dan bersibuk diri. UUd Pasal 27
Ayat 2 menyatakan bahwa tiap-tiap warga Negara berhak atas pekerjaan dan
penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.
Dalam GBHN (BP.7
Pusat, 1990: 70-79) sebagai arah dan kebijaksanaan pembangunan umum butir 22
(hal.70) dinyatakan mengembangkan SDM dan menciptakan angkatan kerja Indonesia
yang tangguh, mampu, dan siap bekerja sehingga dapat mengisi semua jenis,
tingkat lapangan kerja dalam pembangunan nasional. Selanjutnya dalam butir 23
(hal.71) dinyatakan: meningkkatkan pemerataan lapangan kerja dan kesempatan
kerja serta memberikan perhatian khusus pada angkatan kerja usia muda. Adapun
isi dari butir 10 (hal.96) tentang tenaga kerja adalah sebagai berikut:
1) Arah pembangunan
ketenaga kerjaan pada peningkatan harkat, martabat dan kemampuan manusia serta
kepercayaan pada diri sendiri.
2) Meningkatkan
perencanaan ketenaga kerjaan yang terpadu dan menyeluruh yang bersifat
nasional.
3) Menyempurnakan sistem
informasimketenaga kerjaan yang mencakup penyediaan dan permintaan tenaga
kerja.
4) Meningkatkan upaya
perlindungan tenaga kerja khususnya bagi tenaga kerja wanita.
e. Definisi
Pendidikan Menurut GBHN
GBHN
1988(BP 7 pusat, 1990: 105) memberikan batasan tentang pendidikan nasional
sebagai berikut: pendidikan nasional yang berakar pada kebudayaan bangsa
indonesia dan berdasarkan pancasila serta Undang-Undang Dasar 1945 diarahkan
untuk memingkatkan kecerdasan serta dapat memenuhi kebutuhan pembangunan
nasional dan bertanggung jawab atas pembangunan bangsa.
Definisi tersebut
menggambarkan terbentuknya manusia yang utuh sebagai tujuan pendidikan.
Pendidikan memperhatikan kesatuan aspek jasmani dan rohani, aspek diri
(individualitas) dan aspek sosial, aspek kognitif, afektif dan psikomotor,
serta segi keterhubungan manusia dengan dirinya(konsentris), dengan lingkungan
social dan alamnya (horizontal), dengan Tuhannya (vertikal).
1.2. Tujuan dan proses
Pendidikan
a. Tujuan pendidikan
Tujuan
pendidikan memuat gambaran tentang nilai-nilai yang baik, luhur, pantas, benar,
dan indah untuk kehidupan. Pendidikan memiliki dua fungsi yaitu memberikan arah
kepada segenap kegiatan pendidikan dan merupakan sesuatu yang ingin dicapai
oleh segenap kegiatan pendidikan.
Tujuan pendidikan bersifat abstrak karena memuat nilai-nilai yang
sifatnya abstrak. Tujuan demikian bersifat umum dan ideal, dan juga
kandungannya sangat luas, sehingga sangat sulit untuk dilaksanakan di dalam
praktek. Sedangkan pendidikan harus berupa tindakan yang ditujukkan kepada
peserta didik dalam kondisi tertentu, tempat tertentu, waktu tertentu dengan
menggunakan alat tertentu.
Didalam praktek pendidikan khususnya pada sistem persekolahan, didalam
rentangan antara tujuan umum dengan tujuan yang sangat khusus terdapat sejumlah
tujuan antara. Tujuan antara berfungsi untuk menjembatani antara tujuan umum
dari sejumlah tujuan rincian khusus. Umumnya ada 4 jenjang tujuan yang tujuan
didalamnya terdapattujuan antara, yaitu:
a) Tujuan umum
pendidikan nasional Indonesia ialah manusia Pancasila.
b) Tujuan institusional
yaitu tujuan yang menjadi tugas dari lembaga pendidikan tertentu untuk
mencapainya. Jika semua lembaga (institusi) dapat mencapai tujuannya berarti
tujuan nasional tercapai, yaitu terwujudnya manusia Pancasilais yang memiliki
bekal khusus sesuai dengan misi lembaga pendidikan dimana seseorang
menggembleng dirinya.
c) Tujuan kurikuler,
yaitu tujuan bidang studi atau tujuan mata pelajaran. Setiap lembaga pendidikan
untuk mencapai tujuan institusionalnya menggunakan kurikulum. Kurikulum
mempunyai tujuan yang disebut tujuan kurikuler.
d) Tujuan instruksional.
Materi kurikulum yang
berupa kumpulan dari beberapa bidang studi terdiri dari pokok-pokok bahasan dan
sub-sub pokok bahasan. Tujuan pokok bahasan dan sub pokok bahasan disebut
instruksional, yaitu penguasaan materi pokok bahasan/sub pokok bahasan. Tujuan pokok
bahasan disebut tujuan instruksional umum (TIU) dan tujuan sub pokok bahasan
disebut tujuan instruksional khusus (TIK). TIK merupakan tujuan yang terletak
pada jenjang terbawah dan paling ternatas ruang lingkupnya. Sifatnya
operasional, dan terkerjakan (work-able).
Secara keseluruhan macam-macam tujuan tersebut diatas merupakan suatu kebulatan.
Tujuan umum memberikan arah kesemua tujuan yang lebih rinci dan jenjangnya yang
lebih rendah. Sebaliknya tujuan yang lebih khusus menunjang pencapaian tujuan
yang lebih luas dan yang jenjangnya lebih tinggi untuk sampai kepada tujuan
umum.
b. Proses
pendidikan
Proses
pendidikan merupakan kegiatan mobilitas segenap komponen pendidikan oleh
pendidik terarah kepada pencapaian tujuan pendidikan, Kualitas proses
pendidikan menggejala pada dua segi, yaitu kualitas komponen dan kualitas pengelolaannya
, pengelolaan proses pendidikan meliputi ruang lingkup makro, meso, mikro. Pengelolaan proses
dalam lingkup makro berupa kebijakan-kebijakan pemerintah yang lazimnya
dituangkan dalam bentuk UU Pendidikan, Peraturan Pemerintah, SK Menteri, SK
Dirjen serta dokumen-dokumen pemerintah tentang pendidikan tingkat nasional
lainnya. Pengelolaan dalam ruang lingkup meso merupakan implikasi
kebijakan-kebijakan nasional kedalam kebijakan operasional dalam ruang lingkup
wilayah dibawah tanggung jawab Kakanwil Depdikbud. Pengelolaan dalam runag
lingkup mikro merupakan aplikasi kebijakan-kebijakan yang berlangsung di dalam
lingkungan sekolah ataupun kelas, sanggar-sanggar belajar dan satuan pendidikan
lain. Dan pengelola utamanya adalah para tenaga-tenaga pendidik di lingkungan
itu sendiri.
Adapun tujuan
utama pemgelolaan proses pendidikan yaitu terjadinya proses belajar dan pengalaman
belajar yang optimal. Pengelolaan proses pendidikan itu harus mempertimbangkan perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi yang ada.
1.3. Konsep Pendidikan
Sepanjang Hayat (PSH)
PSH
bertumpu pada keyakinan bahwa pendidikan itu tidak identik dengan persekolahan,
PSH merupakan sesuatu proses berkesinambungan yang berlangsung sepanjang hidup.
Ide tentang PSH yang hampir tenggelam, yang dicetuskan 14 abad yang lal u,
kemudian dibangkitkan kembali oleh comenius 3 abad yang lalu (di abad 16).
Selanjutnya PSH didefenisikan sebagai tujuan
atau ide formal untuk pengorganisasian dan penstrukturan pengalaman pendidikan.
Pengorganisasian dan penstrukturan ini diperluas mengikuti seluruh rentangan
usia, dari usia yang paling muda sampai paling tua.(Cropley:67)
PSH bukan suatu sistem pendidikan yang berstruktur, melainkan suatu
prinsip yang menjadi dasar dan menjiwai seluruh organisasi sistem pendidikan
yang ada serta dengan kata lain PSH menembus batas-batas kelembagaan,
pengelolaan, program yang berabad-abad mendesakkan diri pada sistem pendidikan.
Kemudian 40 tahun yang lalu John Dewey ahli filsafat dari Amerika (1859-1952)
menaruh keyakinan bahwa yang pokok dalam pendidikan adalah kegiatan anak
sendiri. Kegiatan itu merupakan manifestasi dari kehidupan. Tidak ada kehidupan
tanpa kegiatan. Sepanjang hidup harus ada keaktifan. Dimana anak wajib
memperoleh pengetahuan dari usahanya sendiri.
Di Indonesia, respon terhadap konsep PSH itu sangat positif dan
dituangkan dalam kebijakan Negara yaitu dalam ketetapan MPR No.IV/MPR/1973 jo.
Ketetapan MPR No.IV/MPR/1978 tentang GBHN yang menetapkan prinsip Pembangunan
Nasional antara lain: dalam bab IV bagian pendidikan, butir (d) berbunyi: GBHN
pendidikan berlangsung seumur hidup dan dilaksanakan di dalam lingkungan rumah
tangga/keluarga dan masyarakat, karena itu pendidikan menjadi tanggung jawab
bersama antara keluarga, masyarakat, dan pemerintah. Dapat disebutkan bahwan
didalam melaksanakan pendidikan setiap lembaga-lembaga pendidikan tersebut
(informal, formal, dan non-formal) wajib saling mengisi karena salah satunya
saja tidaklah cukup.
Berikut ini
merupakan beberapa
alasan-alasan mengapa
PSH diperlukan:
a. Rasional
Didalam tulisan Cropley dengan memperhatikan masukan darisebagian
pemerhati pendidikan mengemukakan beberapa alasan yang antara lain: keadilan,
ekonomi(biaya pendidikan), perubahan perencanaan, perkembangan teknologi,
factor vokasional, kebutuhan orang dewasa, kebutuhan anak-anak masa awal,
(Cropley; 32-44).
b. Alasan keadilan
Terselenggara PSH secara luas dimasyarakat dapat menciptakan iklim
lingkungan yang memungkinkan terwujudnya keadilan sosial. Hinsen menunjukkan
konteks yang lebih luas yaitu dengan terselenggaranya PSH yang lebih baik akan
membuka peluang bagi perkembangan nasional untuk mencapai tingkat persamaan
internasional (Cropley: 33). Dalam hubungan ini Bowle mengemukakan pendapat
bahwa PSH pada prinsinya dapat mengeliminir peranan sekolah sebagai alat
untuk melestarikan ketidak adilan sosial
(Cropley-:33).
c. Alasan ekonomi
Dalam hubungannya dengan masalah tersebut PSH yang secara radikal
mendasarkan diri pada konsep baru dalam pemerosesan pendidikan memiliki
implikasi pembiayaan pendidikan yang lebih luas dan lebih longgar (Cropley:35).
Pertanyaan yang diajukan oleh pakar ekonomi lazimnya ialah apakah PSH
dapat meningkatkan rate of return pendidikan. Terhadap persoalan tersebut para
pendudkung PSH menyatakan secara lebih berhati-hati yakni bahwa keuntungan yang
diperoleh dari PSH terutama berupa peningkatan kualitas hidup, kemaknaan diri
(self fulfillment), melepaskan diri dari belenggu kebodohan, kemiskinan dan
eksploitasi, meskipun bukan peningkatan produksi kerja dan GNP (Cropley,-:
35-36).
d. Alasan faktor sosial yang berhubungan
dengan perubahan peranan keluarga, remaja, dan emansipasi wanita dalam
kaitannya dengan perkembangan iptek
Perkembangan iptek yang demikian pesat yang telah melanda Negara maju
dan Negara-negara sedang berkembang memberikan dampak yang besar terhadap
terjadinya perubahan-perubahan kehidupan sosial-ekonomi dan nilai-budaya. Selain
itu adanya ketidak sinkronan antara konsep pendidikan lingkungan keluarga
dengan pendidikan lingkungan sekolah juga mengakibatkan menimbulkan
kesenjangan. Kesenjangan dan perubahan nilai-nilai akibat adanya perkembangan
iptek tersebut dapat diisi melalui penyelenggaraan Pendidikan Sepanjang Hayat
(PSH) yang sifatnya menembus batas-batas kelembagaan.
Serempak dengan itu gejala sosial yang lain juga mempunyai arti penting,
yaitu meningkatkan emansipasi wanita. Emansipasi wanita yang telah berlangsung
demikian pesat telah mengubah konsep tentang dunia dan peran wanita, dimana
banyak wanita yang mampu melakukan pekerjaan pria begitu pula sebaliknya.
e. Alasan perkembangan iptek
Perkembangan di dunia iptek memunculkan pendekatan-pendekatan baru dan
perubahan orientasi dalam proses blajar mengajar, konsep pengembangan tingkah
laku, perubahan peran guru dan siswa, munculnya berbagai tenaga kependidikan
non-guru, pendayagunaan sumber belajar yang semakin bervariasi dan lain-lain. Kesemuanya
itu mengandung potensi yang kaya bagi terselenggaranya Pendidikan Sepanjang
Hayat (PSH).
f. Alasan sifat pekerjaan
Kenyataan menunjukkan bahwa perkembangan iptek disatu sisi dalam skala
besar menyita pekerjaan tangan diganti dengan mesin, tetapi tidak dapt
dipungkiri disis lain juga memberikan andil kepada munculnya
pekerjaan-pekerjaan baru yang dapat menyerap banyak tenaga kerja dan munculnya
proses-proses baru di dalam cara bekerja. Begitu pula dengan persyaratan kerja
yang dapat terus berubah sewaktu-waktu.
Hal itu menuntut seseorang harus berkemauan untuk selalu meningkatkan
pengetahuan dan keterampilan secara terus menerus. System pendidikan yang tidak
mampu menyajikan dua macam kemungkinan bekal kerja sekaligus, yaitu bekal kerja siap pakai (ibarat kunci pas)
dengan resiko cepat dilanda keusangan, atau bekal dasar yang masih harus
dikembangkan sendiri oleh lulusan ke arah yang diperlukan (ibarat kunci
Inggris).
Kondisi seperti digambarkan itu mengandung implikasi bahwa PSH merupakan
alternatif yang dapat mengantisipasi pemecahan masalah-masalah yang di hadapi
oleh pekerja di masa depan.
Implikasi
Pendidikan Sepanjang Hayat
Dengan diterimanya PSH sebagai konsep dasar pendidikan maka berarti
sifat kodrati pendidikan lebih menembus dan menjiwai penyelenggaraan semua
sistem pendidikan yang ada, yang sudah melembaga ataupun yang belum. Seperti
yang telah dijelaskan terdapat ciri-ciri khas PSH, yang diharapkan menjiwai
pendidikan masa kini dan mesa mendatang. Adapun ciri-ciri yang dimaksud adalah:
a) PSH menghilangkan
tembik pemisah antara sekolah dengan lingkungan nyata kehidupan luar sekolah.
b) PSH menempatkan
kegiatan belajar sebagai bagian integral dari proses hidup yang
berkesinambungan. Porsi belajar disekolah jauh lebih kecil disbanding
keseluruhan proses belajar sepanjang hayat yang berkisar 1 : 4.
c) PSH lebih
mengutamakan pembekalan sikap dan metode daripada isi pendidikan. Ini karena
sis pendidikan bisa berubah sewaktu-waktu.
d) PSH menempatkan
peserta didik sebagai individu yang menjadi pelakuutama dari proses pendidikan,
dalam artian peserta didik menjadi aktif dan kreatif yang tidak hanya duduk dan
mencatat saja.
Selain cirri-ciri diatas masih ada beberapa alasan mengapa Pendidikan
Sepanjang Hayat perlu digalakkan:
a) Pada hakekatnya
belajar berlangsung sepanjang hidup.
b) Sekolah tradisional
tidak dapat memberikan bekal kerja yang coraknya semakin tidak menentu dan
cepat berubah.
c) Pendidikan masa
balita mempunyai peranan penting sebagai fondasi pembentukan pribadi dan bagi
aktualisasi diri.
d) Sekolah tradisonal
menggangu pemerataan keadilan untuk memperoleh kesempatan pendidikan.
e) Biaya penyelenggaraan
sekolah tradisional sangat mahal.
1.4. Kemandirian dalam
belajar
a. Arti dan
perinsip yang melandasi
Kemandirian
dalam belajar diartikan sebagai aktivitas belajar yang berlangsungnya lebih
didorong oleh kamauan sendiri, pilihan sendiri, dan tanggung jawab sendiri dari
pembelajaran. Konsep kemandirian dalam belajar bertumpu pada perinsip bahwa
individu yang belajar akan sampai kepada perolehan hasil belajar.
b. Alasan yang
menopang
Conny
Semiawan, dan kawan-kawan (Conny S. 1988; 14-16) mengemukakan alasan sebagai
berikut:
·
Perkembangan
iptek berlangsung semakin pesat sehingga tidak mungkin lagi para pendidik(khususnya
guru) mengajarkan semua konsep dan fakta kepada peserta didik.
·
Penemuan
iptek tidak mutlak benar 100%, sifatnya relatif.
·
Para
ahli psikologi umumnya sependapat, bahwa peserta didik mudah memahami
konsep-konsep yang rumit dan abstrak jika disertai dengan contoh-contoh konkret
dan wajar sesuai dengan situasi dan kondidi yang dihadapi dengan mengalami atau
mempraktekannya sendiri.
·
Dalam
proses pendidikan dan pembelajaran pengembangan konsep seyogyanya tidak
dilepaskan dari pengembangan sikap dan penanaman nilai-nilai ke dalam diri
peserta didik.
Sehubungan dengan dengan alsan perkembangan iptek tersebut Raka Joni
menyatakan (Raka Joni, 1981:5) percepatan perubahan benar-benar telah
mengusangkan banyak hasil belajar dalam waktu yang semakin cepat. Bila kita
tetap menginginkan pendidikan menunaikan fungsinya dalam arti yang
seluas-luasnya, mulai dari pembentukan ketrampilan kerja sampai dengan penemuan
diri sendiri dalam kaitan fungsional kerja sampai dengan penemuan diri sendiri
dalam kaitan fungsional dengan masyarakat, maka suatu reorientasi yang cukup
mendasar perlu dilakukan.
Konsep belajar kemandirian dalam belajar sebagaimana dikemukakan itu
bahwa implikasi kepada konsep pembelajaran, peranan pendidik khususnya guru dan
peranan peserta didik.
B. UNSUR-UNSUR PENDIDIKAN
Proses pendidikan melibatkan banyak hal
yaitu:
1. Subjek yang dibimbing (peserta didik).
2. Orang yang membimbing (pendidik)
3. Interaksi antara peserta didik dengan
pendidik (interaksi edukatif)
4. Ke arah mana bimbingan ditujukan
(tujuan pendidikan)
5. Pengaruh yang diberikan dalam
bimbingan (materi pendidikan)
6. Cara yang digunakan dalam bimbingan
(alat dan metode)
7. Tempat dimana peristiwa bimbingan
berlangsung (lingkungan pendidikan)
2.1. Peserta
Didik
Peserta
didik berstatus sebagai subjek didik. Pandangan modern cenderung menyebutkan
demikian oleh karena peserta didik adalah subjek atau pribadi yang otonom, yang
ingin diakui keberadaannya.
Ciri khas
peserta didik yang perlu dipahami oleh pendidik ialah:
a.
Individu
yang memiliki potensi fisik dan psikis yang khas, sehingga merupakan insan yang
unik.
b.
Individu
yang sedang berkembang.
c.
Individu
yang membutuhkan bimbingan individual dan perlakuan manusiawi.
d.
Individu
yang memiliki kemampuan untuk mandiri.
2.2. Orang yang
membimbing (pendidik)
Yang
dimaksud pendidik adalah orang yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan
pendidikan dengan sasaran peserta didik. Peserta didik mengalami pendidikannya
dalam tiga lingkunga yaitu lingkungankeluarga, lingkungan sekolah, dan
lingkungan masayarakat. Sebab itu yang bertanggung jawab terhadap pendidikan
ialah orang tua, guru, pemimpin program pembelajaran, latihan, dan masyarakat.
Hal penting yang harus diperhatikan adalah masalah kewibawaan. Ibarat
suatu lampu bagaimanapun juga suatu kewibawaan dapat memudar jika tidak dirawat
dan dibina. Menurut M.J.Langeveld ada tiga sendi kewibawaan yang harus dibina
(Langeveld, 1955: 42-44) yaitu adalah kepercayaan, kasih sayang, dan kemampuan.
2.3. Interaksi antara peserta
didik dengan pendidik (interaksi edukatif)
Interaksi
edukatif pada dasarnya adalah komunikasi timbal balik antara peserta didik
dengan pendidik yang terarah kepada tujuan pendidikan. Pencapaian tujuan
pendidikan secara optimal ditempuh melalui proses berkomunikasi intensif dengan
manipulasi isi, metode, serta alat-alat pendidikan.
2.4. Materi/Isi
Pendidikan
Materi/isi pendidikan
diramu dan digunakan untuk mencapai tujuan pendidikan, materi ini meliputi
materi inti maupun muatan lokal. Materi inti bersifat nasional yang mengandung
misi pengendalian dan persatuan bangsa. Sedangkan muatan lokal misinya adalah
mengembangkan kebhinekaan kekayaan budaya sesuai dengan kondisi lingkungan.
Dengan demikian jiwa dan semangat Bhineka Tunggal Ika dapat tumbuh dan
berkembang.
2.5. Konteks yang mempengaruhi
pendidikan
a. Alat dan Metode
Alat dan metode diartikan sebagai segala sesuatu yang dilakukan ataupun
diadakan dengan sengaja untuk mencapai tujuan pendidikan. Secara khusus alat
melihat jenisnya sedangkan metode melihat efisiensi dan efektifitasnya. Alat
pendidikan dibedakan atas alat yang preventif dan yang kuratif.
a) Yang bersifat
preventif yaitu yang dimaksud mencegah terjadinya hal-hal yang tidak
dikehendaki misalnya larangan, pembatasan, peringatan bahkan juga hukuman.
b) Yang bersifat kuratif
yaitu yang bermaksud memperbaiki, misalnya ajakan, contoh, nasehat, dorongan,
pemberian kepercayaan, saran, penjelasan dan juga hukuman.
Untuk memilih dan menggunakan alat pendidikan yang
efektif ada beberapa hal yang perlu diperhatikan yaitu:
1) Kesesuaian dengan
tujuan yang ingin dicapai.
2) Kesesuaian dengan
peserta didik.
3) Kesesuaian dengan
pendidik sebagai si pemakai.
4) Kesesuaian dengan
situasi dan kondisi saat digunakannya media atau alat tersebut.
b. Tempat Peristiwa Bimbingan
Berlangsung (lingkungan pendidikan)
Lingkungan pendidikan biasanya disebut tri
pusat pendidikan yaitu keluarga, sekolah dan masyarakat.
C. PENDIDIKAN SEBAGAI SISTEM
1. Pengertian
Sistem
Beberapa definisi sitem menurut para ahli:
a.
Sistem
adalah suatu kebulatan keseluruhan yang kompleks atau terorganisir; suatu
himpunan atau perpaduan hal-hal atau bagian-bagian yang membentuk suatu
kebulatan/keseluruhan yang kompleks atau utuh. (Tatang M. Amirin, 1992:10)
b.
Sistem
meruapakan himpunan komponen yang saling berkaitan yang bersama-sama berfungsi
untuk mencapai suatu tujuan. (Tatang Amirin, 1992:10)
c. Sistem merupakan sehimpunan
komponen atau subsistem yang terorganisasikan dan berkaitan sesuai rencana
untuk mencapai suatu tujuan tertentu. (Tatang Amirin, 1992:11)
Meskipin dengan
definisi yang berbeda-beda, namun ketiganya itu mengandung unsur-unsur persamaan yang dapat dipandang sebagai ciri
umum dari system yaitu yang mencakup hal-hal sebagai berikut:
-
Sistem merupakan suatu kesatuan yang berstruktur.
-
Kesatuan tersebut terdiri dari sejumlah komponen yang
saling berpengaruh.
-
Masing-masing komponen mempunyai fungsi tertentu dan
secara bersama-sama melaksanakan fungsi struktur, yaitu mencapai tujuan sistem.
Dengan demikian sistem dapat
diartikan sebagai suatu kesatuan integral dari sejumlah komponen.
Komponen-komponen tersebut satu sama lain saling berpengaruh dengan fungsinya
masing-masing, tetapi sacara fungsi komponen-komponen itu terarah pada
pencapaian suatu tujuan (tujuan dari sistem).
2. Komponen
dan Saling Hubungan antara Komponen dalam Sistem Pendidikan.
Untuk mempermudah
pemahaman di dalam komponen system pendidikan, maka berikut akan dikeemukakan
pengandaian dari TOFFLER.
TOFFLER (1970)menganalogikan sekolah dengan sebuah pabrik. Memang
sebenarnya usaha pendidikan itu tidaklah dapat disamakan dengan pabrik. Tetapi
jika dilihat dari segi proses mekanismenya ada persamaan diantara keduanya.
Misalnya sebuah pabrik gula didirikan dalah untuk memproduksi gula. Pabrik
tersebut membutuhkan bahan mentah (Raw Input) yang berupa tebu atau bahan
lainnya. Untuk memproses tebu menjadi gula sebagai keluaran (Output) diperlukan
mesin-mesin penggilingan beserta perangkat lainnya (sarana dan prasarana) yang
ditangani oleh pekerja, kepala bagian sampai dengan pemimpin pabrik (tenaga).
Tenaga bekerja berdasarkan petunjuk-petunjuk, peraturan-peraturan, sistematika,
dan prosedur serta jadwal yang telah ditetapkan (program). Disamping itu juga
dilakukan pencatatan dan pendataan mengenai hal-hal yang berhubungan dengan
perkembangan produksi (administrasi).
Sarana dan prasarana, ketenagaan, program dan administrasi yang
diperlukan untuk pemrosesan bahan mentah seperti yang dikemukakan merupakan masukan instrumental (Instrumental
Input). Kemudian segenap lingkungan yang berpengaruh terhadap pemerosesan
masukan mentah disebut masukan lingkungan (enviromental input).
Pendidikan
sebagai sebuah sistem terdiri dari sejumlah komponen. Komponen tersebut antara
lain: raw input (sistem
baru), output(tamatan), instrumental input(guru, kurikulum), environmental input(budaya,
kependudukan, politik dan keamanan).
Apa yang dikemukakan diatas itu dapat digambarkan sebagai berikut:
|
|||||||||
![]() |
|||||||||
![]() |
|||||||||
![]() |
|||||||||
![]() |
|||||||||
![]() |
|
Gambar 2.1 Model
sistem terbuka
Gambar diatas mengilustrasikan dengan apa yang disebut dengan “model
sistem terbuka”. Karena pada umumnya menggambarkan model yang berlaku atau
terdapat pada berbagai bidang termasuk bidang pendidikan. Dalam bidang
pendidikan:
a. Sistem baru merupakan
masukan mentah (raw input) yang akan diproses menjadi tamatan (output).
b. Guru dan tenaga non
guru, administrasi sekolah, kurikulum, anggaran pendidikan, sarana dan prasana
merupakan instrumental input yang memungkinkan dilaksanakannya pemrosesan
mentah menjadi tamatan.
c. Corak budaya dan
kondisi ekonomi masyarakat sekitar, kependudukan, politik dan keamanan Negara
merupakan faktor lingkungan masukan atau disebut dengan environmental input. Dimana
bias mempengaruhi masukan instrumental input secara langsung maupun tidak
langsung dalam pemerosesan masukan mentah (raw input).
3. Hubungan
Sistem Pendidikan dengan Sitem Lain dan Perubahan Kedudukan dari Sistem
Sistem
pendidikan dapat dilihat dalam ruang lingkup makro. Sebagai subsistem, bidang
ekonomi, pendidikan,dan politik masing-masing-masing sebagai sistem. Pendidikan
formal, nonformal, dan informal merupakan subsistem dari bidang
pendidikan sebagai sistem dan seterusnya.

Gambar 2.2. Diagram hubungan Supra Sistem, Sistem, dan
Sub Sistem (komponen)
4. Pemecahan
masalah pendidikan secara sistematik.
a. Cara
memandang sistem
Perubahan
cara memandang suatu status dari komponen menjadi sitem ataupunsebaliknya suatu
sitem menjadi komponen dari sitem yang lebih besar, tidak lain daripada
perubahan cara memandang ruang lingkup suatu sitem atau dengan kata lain ruang
lingkup suatu permasalahan.
Selanjutnya memandang
suatu system dalam konteks ruang lingkup yang lebih besar (supra sistem)
mempunyai manfaat agar kita memandang suatu persoalan tidak lepas dari hal-hal
yang melatar belakangi atau yang mewadahinya. Sebab dibalik sebuah system
sebagai produk budidaya atau rekayasa, seperti sistem pendidikan, tentu
terdapat konsep dan cita-cita.
b. Masalah
berjenjang
Semua
masalah tersebut satu sama lain saling berkaitan dalam hubungan sebab akibat,
alternatif masalah, dan latar
belakang masalah.
Atau dapat dijabarkan
sabagai berikut:
-
Sebab-akibat adalah masalah-masalah yang menimbulkan
reaksi sebab-akibat antara masalah yang satu dengan lainnya, atau dengan kata
masalah suatu masalah dapat menyebabkan masalah yang lainnya.
-
Alternatif masalah adalah dimana suatu masalah itu
dapat memecahkan masalah yang lainnya.
-
Latar belakang masalah adalah masalah yang menjadi
latar belakang dari segala masalah yang ditemui.
c. Analisis
sitem pendidikan
Penggunaan
analisis sistem dalam pendidikan dimaksudkan untuk memaksimalkan pencapaian
tujuan pendidikan dengan cara yang efesien dan efektif. Prinsip utama dari
penggunaan analisis sistem ialah: bahwa kita dipersyaratkan untuk berpikir
secra sistmatik, artinya harus memperhitungkan segenap komponen yang terlibat
dalam masalah pendidikan yang akan dipecahkan.
Kadang-kadang bias terjadi bahwa kondisi semua komponen pendukung system
pendidikan sudah baik. Mungkin yang belum baik hubungan antar komponen, dan jika
terjadi hal yang demikian maka usaha antar komponen perbaikan cukup diarahkan
pada perbaikan hubungan antar komponen, sedangkan perhitungan pada komponennya
sendiri tidak perlu dilakukan.
Dengan demikian jika seandainya tujuan sistem tidak tercapai sepenuhnya,
maka dapat diusahakan:
a) Ditemukan komponen
apa yang mengandung kelemahan.
b) Hubungan antar
komponen manaa yang mengandung kelemahan.
c) Perbaikan terhadap
komponen dan ataupun hubungan antar komponen yang lemah tersebut.
Penggunaan analisis sistem dalam pendidikan tidak saja berguna untuk
memecahkan masalah-masalah pendidikan dalam ruang lingkup mikro tetapi juga
makro.
d. Saling
hubungan antarkomponen
Komponen-komponen
yang baik menunjang terbentuknya suatu sistem yang baik. Tetapi komponen yang baik
saja belum menjamin tercapainya tujuan sistem secara optimal, manakala komponen
tersebut tidak berhibungan secra fungsional dengan komponen lain.
Hubungan fungsional
antar komponenini berupa hubugan yang bersifat dinamis antar komponen-komponen
dan menggerakkan fungsi dari seluruh komponen terarah pada tujuan sistem.
Selanjutnya andaikan hubungan yang dimaksud sudah cukup lancer, tetapi apabila
hanya berlangsung demikian saja “asal dinamis” tetapi membias dari arah tujuan
sistem, maka hubungan seperti itu belum pula bersifat fungsional. Sebab tidak
akan sampai kepada pencapaian tujuan sistem.
e. Hubungan
sitem dengan suprasistem
Dalam
ruang lingkup besar terlihat pula sistem yang satu saling berhubungan dengan
sistem yang lain. Hal ini wajar, oleh karena pada dasarnya setiap sistem itu
hanya merupakan satu aspek dari kehidupan. Sdangkan segenap segi kehidupan itu
kita butuhkan, sehingga semuanya memerlukan pembinaandan pengembangan.
Antara system
tersebut terdapat hubungan fungsional yang saling menunjang. Berdasarkan itu
pula maka sistem pendidikan hanya dapat terbina dan berkembang dengan baik
apabila strategi pengembangannya mengindahkan pengembangan yang terjadi pada
sistem-sistem yang lain. Sistem-sistem tersebut secara keseluruhan membentuk
supra sistem. Jelasnya pembangunan sistem pendidikan nasional (sistem) hanya
akan berhasil jika mengacu kepada pembangunan nasional secara keseluruhan
(supra sistem).
5.
Keterkaitan antara pengajaran dan pendidikan
Istilah pengajaran dapat dibedakan dari pendidikan, tetapi sulit
dipisahkan. Jika yang diperssoalkan atau dijadikan penekaanan aspek
pengetahuan, disebut engan “pengajaran”, dan jika aspek pembentukan tingkah
laku dan sikap disebut dengaan
“pendidikan”. Selain itu masih ada segi-segi lain yang dapat dikemukakan
sebagai berikut:
PENGAJARAN
(INSTRUCTION)
|
PENDIDIKAN
(EDUCATION)
|
Lebih
menekankan padaa penguasaan wawasan dan pengetahuan tentang bidang/ program
tertentu seperti pertanian, kesehatan, dll.
|
Lebih
menekankan pada pembentukan manusianya (penanaman sikap dan nilai-nilai)
|
Memakan
waktu relatif pendek
|
Memakan
waktu relatif panjang
|
Metode
bersifat lebih rasionil, teknis praktis
|
Metode
lebih bersifat psikologis dan pendekatan manusiawi
|
Maka, kesimpulan yang dapat ditarik dari
persoalan pengajaran dan pendidikan adalah:
a. Pengajaran dan pendidikan dapat
dibedakan, tetapi tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Masing-masing saling
mengisis.
b. Pembedaan dilakukan hanya untuk
kepentingan analisis agar masing-masing dapat dipahami lebih baik.
c. Pendidikan modern lebih cenderung
mengutamakan pendidikan, sebab pendidikan membentuk wadah, sedangkan pengajaran
mengusahakan isinya. Wadah harus menetap meskipun isi bervariasi dan berubah.
6. Pendidikan
prajabatan (preservice education) dan pendidikan dalam jabatan (inservice
education) sebagai sebuah sistem.
Pendidikan
prajabatan berfungsi memberikan bekal secara formal kepada calon pekerja dalam
bidang tertentu dalam periode waktu tertentu. Sedangkan pendidikan dalam
jabatan bermaksud memberikan bekal tambahan kepada oramg-orang yang telah
bekerja berupa penataran, kursus-kursus, dan lain-lain.
Sebagai kesimpulan dapat dikatakan bahwa semakin hari porsi pendidikan
dalam jaabatan semakin bertambah besar sehingga relatif hamper sama dengan
porsi pendidikan dalam jabatan. Dengan kata lain pendidikan pra jabatan dan
pendidikan dalam jabatan merupakan dua macam paket program pendidikan yang
terkait dalam suatu sistem pendidikan yang terpadu.
Dengan kata
lain pendidikan prajabatan hanya memberikan bekal dasar, sedangkan bekal
praktis yang siap pakai diberikan oleh pendidikan dalam jabatan.
7. Pendidikan
formal, non-formal, dan informal sebagai sebuah sistem.
Pendidikan
formal yang sering disebut pendidikan persekolahan, berupa rangkaian jenjang
pedidikan yang telah baku, misalnya SD,SMP,SMA, dan PT. Sementara itu
pendidikan Taman Kanak-Kanak masih dipandang sebagai pengelompokan belajar yang
menjembatani anak dalam suasana hidup dalam keluarga dan di sekolah.
Menurut UU No. 2
Tahun 1989 tentang sistem Pendidikan Nasional, setiap warga Negara diwajibkan
mengikuti Pendidikan Formal minimal sampai tamatan SMP.
Pendidikan nonformal lebih difokuskan
pada pemberian keahlian atau skill guna terjun ke masyarakat. Penyelenggaraannya
berupa adanya kursus-kursus, paguyuban, sarasehan, Kejar Paket A dan B, serta
kegiatan-kegiatan PKK. Berikut ini adalah beberapa hal yang menyebabkan
terdorongnya perkembangan pendidikan Non Formal, yaitu:
-
Semakin banyaknya jumlah angkatan muda yang tidak
dapat melanjutkan sekolah. Sedangkan mereka terdorong untuk memasuki lapangan
kerja dengan harus memiliki keterampilan tertentu yang dipersyaratkan oleh
lapangan kerja.
-
Lapangan kerja, khususnya sektor swasta, mengalami
perkembangan cukup pesat dan lebih pesat ketimbang sektor pemerintah.
Masing-masing
lapangan kerja tersebut menuntut persyaratan-persyaratan khusus, yang lazimnya
belum dipersiapkan oleh pendidikan formal.
Pendidikan informal adalah suatu fase
pendidikan yang berada di samping pendidikan formal dan nonformal. Sebenarnya tidak
sulit dipahami karena sebagian besar waktu peserta didik adalah justru berada di
dalam ruang lingkup yang sifatnya Informa (keluarga).
Dapat
disimpulkan bahwa pendidikan formal, nonformal, dan informal ketiganya hanya
dapat dibedakan tetapi sulit dipisah-pisahkan karena keberhasilan pendidikan
dalam arti terwujudnya keluaran pendidikan yang berupa sumberdaya manusia
sangat bergantung kepada sejauh mana ketiga sub-sistem tersebut berperanan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar